Dialog yang Membekas dari Ragnarok dan Refleksi Personal Saya

Ada kalanya sebuah dialog dalam film atau serial meninggalkan jejak yang dalam di hati kita. Tidak hanya karena cara penyampaiannya, tetapi karena kata-kata itu seakan berbicara langsung pada diri kita sendiri.

Bagi saya, salah satunya datang dari serial Ragnarok di Netflix. Ada momen ketika tokoh utama berkata:

“Kenapa kamu mendekatiku? Aku tidak populer. Kamu akan ketularan tidak populer kalau dekat denganku.”

Sederhana, tapi kalimat itu membekas kuat. Karena entah bagaimana, saya merasa itu “saya banget.”

Merasa Tidak Populer

Ada masa dalam hidup di mana saya sering berpikir bahwa saya tidak cukup berharga untuk orang lain. Saya bukan orang yang populer, bukan yang selalu menonjol. Pikiran seperti itu seringkali membuat saya merasa bahwa orang lain mungkin akan menjauh jika terlalu dekat dengan saya.

Dialog dari Ragnarok itu seakan menyuarakan isi hati saya yang terdalam.

Belajar Melihat Lebih Dalam

Namun, seiring berjalannya waktu, saya juga menyadari bahwa popularitas hanyalah hal yang sementara. Status bisa berubah, pencapaian bisa pudar, tapi hubungan yang tulus tidak lahir dari hal-hal semu itu.

Orang yang benar-benar peduli dengan kita tidak akan melihat seberapa populer kita, melainkan siapa kita sebenarnya.

Itulah yang membuat dialog sederhana itu justru terasa indah. Ia mengingatkan saya untuk berhenti mengukur diri dengan standar yang ditentukan orang lain, dan mulai menerima bahwa nilai diri saya bukan datang dari “seberapa dikenal,” tetapi dari apa yang saya jalani dengan tulus.

Ending Season 1: Awal dari Pertarungan Sebenarnya

Bicara soal Ragnarok, saya juga ingin sedikit menyinggung soal ending Season 1 yang menurut saya menarik.

Serial ini ditutup dengan pertarungan epik antara Magne dan Vidar. Magne akhirnya menemukan kekuatannya sebagai Thor, memanggil petir yang melumpuhkan dirinya dan Vidar sekaligus. Adegan itu ditutup dengan gambaran tangan Magne yang bergerak—sebuah tanda bahwa ia masih hidup.

Ending itu bukanlah penutup, melainkan awal. Seakan ingin mengatakan bahwa perjuangan baru saja dimulai.

Bagi saya pribadi, ini paralel dengan perjalanan hidup. Kadang kita merasa kalah, merasa “tidak populer,” merasa tidak cukup. Tapi mungkin itu bukan akhir. Bisa jadi itu hanyalah permulaan dari babak baru yang menunggu kita.

Penutup

Dialog dari Ragnarok itu, ditambah ending Season 1 yang penuh simbol, memberi saya pengingat bahwa hidup tidak harus selalu tentang menjadi populer atau menonjol. Yang terpenting adalah menjadi diri sendiri dan berjuang dengan cara kita masing-masing.

Dan seperti Magne, kita semua punya kekuatan dalam diri. Hanya saja, kadang kita baru menyadarinya saat berada di titik terendah.

Saya memutuskan tidak meneruskan menonton serial ini ke season berikutnya. Banyak ulasan yang kecewa dengan akhir di season 3. Saya tidak mau ikut kecewa. Karena menurut saya, itu akan ‘melukai’ ingatan heroik saya soal Thor sang Dewa Petir.

Mohon maaf kalau postingan saya terlalu random. Saya memang tidak mengupas secara rinci untuk kategori film dan series review ini, karena memang saya punya “tempat” sendiri untuk mengulasnya.

Yang saya posting di blog ini adalah kesan pribadi dan refleksi personal dari sebuah film atau series biasanya.