Kadang, sebuah berita terasa begitu jauh dari kehidupan kita — sampai akhirnya menyentuh sisi paling manusiawi: rasa kehilangan dan tanda tanya yang belum terjawab. Begitu pula ketika saya membaca kisah tentang Arya Daru, seorang diplomat muda Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) yang ditemukan meninggal dunia di kamar kostnya.
Bukan sekadar kasus yang mengundang simpati, tetapi juga membuka mata tentang bagaimana jejak digital seseorang bisa tetap “hidup” bahkan setelah pemiliknya tiada.
Saya sempat berpikir, bagaimana teknologi yang kita gunakan setiap hari — WhatsApp, Instagram, laptop — bisa menjadi saksi bisu dari perjalanan hidup, bahkan setelahnya. Dan dari kasus ini, saya menemukan bahwa teknologi bukan sekadar alat, tapi juga penyimpan kenangan dan misteri.
Fakta Baru di Balik Kasus Arya Daru

Nama Arya Daru, seorang diplomat muda Kemenlu, kembali menjadi sorotan setelah munculnya fakta terbaru terkait kematiannya. Ia ditemukan tak bernyawa di kamar kostnya di Jalan Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa, 8 Juli 2025. Saat ditemukan, bagian kepala dan wajahnya terlilit lakban kuning, menimbulkan tanda tanya besar mengenai apa yang sebenarnya terjadi malam itu.
Sebagai seorang diplomat, Arya Daru dikenal berprestasi. Ia adalah perwakilan muda yang bertugas menjaga hubungan diplomatik antara Indonesia dan dunia internasional. Diplomasi bukan pekerjaan biasa — ia menuntut profesionalisme, loyalitas, dan kecakapan tinggi dalam membawa nama baik negara. Karena itu, berita kematiannya terasa mengejutkan, tidak hanya bagi keluarga, tapi juga rekan-rekannya di Kementerian Luar Negeri.
Misteri Aktivitas Digital Setelah Kematian
Salah satu hal paling membingungkan dalam kasus ini adalah aktivitas digital Arya Daru setelah ia dinyatakan meninggal.
Setelah kabar kematiannya beredar, muncul keanehan: akun WhatsApp dan Instagram milik Arya sempat terlihat aktif.
Kejadian ini pertama kali diungkapkan oleh Meta Ayu Thereskova, kakak ipar almarhum.
Menurut penuturannya, pada malam sebelum Arya ditemukan meninggal, istrinya sempat kehilangan kontak dengannya. Pesan WhatsApp yang dikirim hanya centang satu — tanda bahwa pesan belum terkirim. Namun, keesokan harinya, setelah Arya ditemukan meninggal dunia, pesan yang sama mendadak berubah menjadi centang dua, menandakan bahwa ponsel Arya sempat aktif kembali.
Meta menceritakan, “Pita (istri Arya) sempat heran juga. Sekitar pukul 10 pagi, ia lihat chat-nya berubah centang dua. Padahal, malam sebelumnya, Arya sudah tak bisa dihubungi.”
Bukan hanya WhatsApp. Sekitar sebulan setelah kematiannya, akun Instagram Arya Daru juga terlihat aktif — muncul tanda hijau di fitur Direct Message (DM), seolah pemiliknya sedang online. “Adik saya kaget waktu lihat, kok akun suaminya aktif? Padahal sudah sebulan lebih sejak Arya tiada,” kata Meta.
Penjelasan dari Pihak Kepolisian
Menanggapi kejanggalan tersebut, Kasubbid Penmas Polda Metro Jaya, AKBP Reonald Simanjuntak, memberikan klarifikasi. Menurutnya, chat WhatsApp Arya Daru yang tiba-tiba centang dua bukan pertanda ponselnya diaktifkan orang lain, melainkan akibat dari penyelidikan forensik digital yang dilakukan polisi.
Reonald menjelaskan, pada tanggal 8 Juli 2025, tim Opsnal Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya menemukan laptop milik Arya di ruang kerjanya. Ketika laptop tersebut dibuka, WhatsApp Arya ternyata masih terhubung (terkoneksi) dengan perangkat tersebut. Akibatnya, semua pesan yang sebelumnya tertunda langsung terkirim begitu koneksi internet aktif.
“Jadi, centang dua yang muncul itu bukan karena ponselnya dihidupkan, tapi karena laptop-nya membuka koneksi yang masih terhubung ke akun WhatsApp korban,” jelas Reonald dalam pernyataannya melalui kanal YouTube Sindonews, Minggu, 5 Oktober 2025.
Jejak Digital di Instagram: Fitur “Remembering”
Selain WhatsApp, isu soal Instagram Arya yang tampak aktif juga menimbulkan tanda tanya. Namun, pihak kepolisian menjelaskan bahwa Instagram memiliki sistem khusus untuk akun pemilik yang telah meninggal dunia. Fitur tersebut dikenal sebagai “Remembering”, yang secara otomatis mengubah status akun menjadi akun peringatan (memorialized account).
Fitur ini memungkinkan akun tetap dapat dilihat publik sebagai bentuk penghormatan dan kenangan, namun tidak bisa lagi diakses, diubah, atau digunakan untuk aktivitas baru, meskipun seseorang memiliki kata sandinya.
“Instagram akan menandai akun tersebut sebagai akun peringatan agar tetap bisa dilihat, tetapi tidak ada lagi aktivitas login yang bisa dilakukan,” ujar Reonald.
Dengan penjelasan ini, misteri tentang “aktivitas” akun Arya di Instagram sebenarnya adalah bagian dari mekanisme keamanan platform media sosial, bukan karena ada seseorang yang membuka akunnya.
Mengapa Ponsel Arya Tak Ditemukan?
Sampai artikel ini ditulis, ponsel utama milik Arya Daru masih belum ditemukan. Meski kepolisian telah melakukan pelacakan, hasilnya nihil. AKBP Reonald menjelaskan bahwa pelacakan hanya bisa dilakukan jika perangkat dalam kondisi aktif atau tersambung ke jaringan.
“Selama handphone dalam keadaan mati, sinyalnya tidak bisa dilacak. Sistem IT tidak bisa mendeteksi lokasi perangkat yang off,” ujarnya.
Dengan kata lain, ponsel Arya mungkin telah dimatikan atau bahkan disembunyikan dengan sengaja oleh pihak yang belum diketahui.
Teknologi, Jejak, dan Kehidupan Setelah Mati
Kasus ini kemudian menimbulkan refleksi menarik: seberapa besar peran teknologi dalam melanjutkan “kehidupan digital” seseorang setelah kematian?
Kita hidup di era di mana jejak digital menjadi bagian dari identitas. Setiap pesan, unggahan, dan komentar adalah bagian kecil dari diri kita — yang bisa terus ada bahkan setelah tubuh kita tiada.
Dalam kasus Arya Daru, kita menyaksikan bagaimana laptop yang masih terkoneksi atau akun media sosial yang diperingati bisa menimbulkan persepsi bahwa seseorang masih “ada”. Padahal, itu hanyalah residu teknologi — sistem yang bekerja secara otomatis berdasarkan data dan koneksi yang tertinggal.
Namun, di balik itu, ada sisi kemanusiaan yang terasa: betapa sulitnya bagi keluarga untuk menerima kehilangan, ketika notifikasi terakhir seolah berkata, “ia masih di sini.”
Penutup
Kasus Arya Daru memang masih menyisakan banyak tanya, namun satu hal yang bisa kita renungkan: jejak digital kita akan terus ada, meski kita sendiri sudah tidak bisa lagi menyentuhnya. Setiap pesan, unggahan, atau akun yang kita tinggalkan bisa menjadi potongan cerita terakhir tentang siapa diri kita.
Teknologi memang diciptakan untuk memudahkan, tapi di sisi lain, ia juga menyimpan sisi sunyi — ketika notifikasi terakhir berubah menjadi tanda rindu.
Mungkin, dari kisah Arya Daru ini, kita belajar untuk lebih sadar: apa yang kita bagikan di dunia maya, pada akhirnya akan menjadi bagian dari cara dunia mengenang kita.