Saya masih ingat betul masa-masa awal menulis blog. Waktu itu, satu-satunya platform yang terasa “ramah” bagi pemula hanyalah Blogspot. Semua serba sederhana: tinggal daftar pakai akun Google, pilih tema gratisan, dan mulai menulis. Rasanya seperti menemukan ruang sendiri di dunia maya, tempat curhat, berbagi, dan bereksperimen dengan kata.

Tapi zaman berubah. Dunia blog tidak lagi sesunyi dulu. Media sosial datang dengan segala kebisingannya, dan blog pribadi perlahan kehilangan sorot lampu. Blogspot pun, meski masih kokoh berdiri, kini terasa seperti rumah lama yang mulai berdebu. Masih bisa ditinggali, tapi banyak pintunya dikunci oleh pemilik rumah — dalam hal ini, Google.

Saya tidak pernah punya masalah besar dengan Blogspot. Ia ringan, gratis, dan relatif aman. Tapi ada sesuatu yang hilang: kebebasan. Entah sejak kapan, saya merasa Blogspot lebih seperti tempat numpang nulis, bukan rumah sendiri. Kita bisa mengganti tirai (template), menata meja (widget), tapi pondasinya tetap milik orang lain.

Dan di titik itu, saya menemukan sesuatu yang menarik — sesuatu yang lokal, sederhana, tapi kuat. Namanya HTMLy.


Mengenal HTMLy, CMS Buatan Anak Bangsa

Sudah Saatnya Pengguna Blogspot Melirik HTMLy

HTMLy bukan CMS populer seperti WordPress atau Ghost. Ia tidak punya panel admin megah, tidak ada halaman login penuh grafis, bahkan tidak memakai database sama sekali. Ya, tanpa database. HTMLy adalah CMS berbasis flat-file — artinya semua postingan disimpan dalam bentuk file teks biasa (Markdown).

Yang menarik, HTMLy dibuat oleh seorang developer asal Indonesia: Danang Probo Sayekti. Seorang pengembang yang, mungkin tanpa disadari, membangun salah satu alternatif blogging paling ringan dan efisien yang pernah saya coba.

Saya senang dengan ide dasarnya: menulis tanpa ribet. Tidak ada proses instalasi database, tidak perlu login ke phpMyAdmin, tidak takut error connection. Cukup unggah file ke server, dan blog pun hidup.

Di balik kesederhanaannya, HTMLy terasa punya filosofi yang kuat — seperti ingin mengembalikan blog ke hakikatnya: tentang tulisan, bukan sistem.


Blogspot vs HTMLy: Rumah Kontrakan dan Rumah Sendiri

Untuk memahami mengapa HTMLy begitu menarik, saya sering memakai perumpamaan sederhana. Blogspot itu seperti rumah kontrakan di kompleks besar. Kita bisa menata isi rumah sesuka hati, tapi tidak boleh bongkar dinding, ubah pondasi, apalagi bikin sumur sendiri. Semua sudah diatur pemilik kontrakan.

Sedangkan HTMLy, meski kecil, adalah rumah sendiri. Kita bebas merombak, menambah ruang, mengganti genteng, bahkan mengganti alamat sesuai keinginan. Tidak ada batasan selain kemampuan dan kemauan kita sendiri.

Aspek Blogspot HTMLy
Hosting Milik Google Self-hosted
Editor Visual (WYSIWYG) Markdown
Database Ada (Google internal) Tidak ada (flat-file)
Kustomisasi Terbatas Sangat bebas
SEO Lumayan, tapi kadang terkunci Sangat bisa diatur
Kecepatan Cepat, tapi tergantung script Google Super cepat, bahkan di shared hosting

Dari sisi teknis, HTMLy memang kalah populer. Tapi justru di situlah daya tariknya. Tidak ada kode pelacak tersembunyi, tidak ada integrasi wajib dengan Google, dan tidak ada fitur berlebihan yang membuat blog terasa berat.

HTMLy seperti blok catatan digital — kamu menulis, menyimpan, dan dunia bisa langsung membacanya.


Ringan, Cepat, dan... Bebas dari Algoritma

Salah satu hal yang membuat saya betah di HTMLy adalah ringannya luar biasa.

Karena tidak memakai database, HTMLy hanya membaca file teks — hasilnya, kecepatan muat halaman bisa menyaingi situs statis.

Tidak ada query SQL, tidak ada cache kompleks. Semua murni file dan logika sederhana. Bahkan ketika trafik meningkat, performanya tetap stabil. Dan yang paling saya suka: tidak ada tracking system yang memantau setiap klik saya.

Saya merasa menulis kembali seperti dulu — tanpa tekanan algoritma, tanpa notifikasi, tanpa embel-embel SEO tools yang membentak “judulmu terlalu pendek!”. Saya hanya menulis.


Filosofi Sederhana: Kembali ke Esensi Menulis

Kita sering lupa bahwa blog lahir dari keinginan untuk berbagi pikiran, bukan untuk bersaing di hasil pencarian. HTMLy mengingatkan saya pada masa ketika menulis blog adalah kegiatan personal. Tidak ada “niche strategy” atau “keyword density”. Hanya tulisan dan niat.

Mungkin karena HTMLy tidak berusaha menjadi apa pun selain dirinya sendiri. Ia tidak ingin menyaingi WordPress. Ia tidak ingin jadi CMS besar dengan ribuan plugin.

Ia hanya ingin menjadi alat menulis yang ringan, cepat, dan jujur.

Dan di era di mana semua orang berlomba membuat konten untuk algoritma, HTMLy terasa seperti tempat berlindung yang tenang.


Dukungan dan Komunitas Kecil yang Hangat

Meski skalanya kecil, komunitas HTMLy itu hangat. Banyak penggunanya adalah penulis independen, pengembang, dan blogger lama yang ingin lepas dari sistem besar. Kamu bisa dengan mudah menemukan dokumentasi di GitHub, bertanya langsung ke developernya, atau membaca blog pengguna lain.

Tidak ada “support ticket” berlapis seperti di CMS besar. Semuanya serba langsung dan jujur. Dan karena dibuat oleh orang Indonesia, banyak dokumentasi atau diskusi lokal yang mudah dipahami.


Kenapa Sudah Saatnya Pengguna Blogspot Melirik HTMLy

Bukan berarti Blogspot buruk. Ia masih relevan, terutama bagi mereka yang ingin menulis tanpa mikir hosting atau domain. Tapi bagi blogger yang mulai merasa “terkurung” di ekosistem Google, HTMLy bisa jadi angin segar.

HTMLy memungkinkan kamu:

  • Mengatur sendiri SEO meta tag tanpa batas
  • Menulis dengan Markdown, yang lebih fokus ke isi daripada tampilan
  • Mengontrol data kamu sepenuhnya
  • Dan tetap menjaga kesederhanaan ala Blogspot

Bayangkan kamu masih punya kemudahan menulis seperti di Blogspot, tapi kali ini tanpa harus meminjam rumah orang lain. Itu rasanya HTMLy.


Menulis di Rumah Sendiri

Saya tidak akan berlebihan dengan kalimat promosi. HTMLy bukan CMS sempurna.

Ia tidak punya ribuan tema seperti WordPress, tidak sepopuler Ghost, dan kadang butuh sedikit sentuhan teknis di awal.

Tapi justru di situlah keindahannya. HTMLy memaksa kita untuk ngoprek sedikit, untuk memahami dasar web, dan untuk mengingat bahwa menulis itu bukan tentang klik, tapi tentang keberanian mengungkapkan.

Mungkin sudah saatnya pengguna Blogspot melirik HTMLy. Bukan karena tren, bukan karena “SEO lebih bagus”, tapi karena ada nilai yang lebih dalam: kemandirian digital.

Kita terlalu lama menumpang di rumah besar milik orang lain — kadang nyaman, tapi tidak pernah sepenuhnya milik kita. Dan ketika satu hari rumah itu ditutup, semua tulisan yang kita buat selama bertahun-tahun... bisa lenyap begitu saja.

Dengan HTMLy, tulisanmu benar-benar milikmu.

Dan mungkin, di dunia yang semakin dikendalikan algoritma, itu adalah bentuk kebebasan paling sederhana — tapi paling berharga.