MOFAR
Terbit pada
Buku & Novel

5 Novel yang Diam-diam Mengubah Cara Pandangku

Penulis

Aku membaca buku bukan karena ingin jadi pintar.

Awalnya, aku membaca karena bosan. Karena ingin pelarian dari rutinitas yang itu-itu saja. Tapi seiring waktu, aku sadar: beberapa novel diam-diam membentuk caraku melihat hidup, orang lain, bahkan diriku sendiri.

Mereka tidak datang dengan niat “mengubah hidupku.” Tapi tanpa sadar, setelah menutup halaman terakhir, ada yang berbeda di dalam diriku. Entah lebih sabar, lebih sadar, atau lebih dalam memaknai hal-hal sederhana.

Ini 5 novel yang diam-diam melakukan itu.

1. Perahu Kertas – Dee Lestari

Perahu Kertas – Dee Lestari

Di permukaan, ini kisah cinta anak muda. Tapi makin lama dibaca, Perahu Kertas adalah refleksi tentang mimpi, tentang menjadi diri sendiri, dan tentang keberanian mengambil jalan yang nggak selalu disetujui orang lain.

Yang paling aku ingat?

Bahwa hidup memang nggak selalu jelas. Tapi bukan berarti kita harus berhenti melaju.

"Kita adalah perahu-perahu kertas. Yang kadang tenggelam, tapi tetap melaju."

Itu cukup untuk membuatku tetap berjalan, meski pelan.

2. Laut Bercerita – Leila S. Chudori

Laut Bercerita – Leila S. Chudori

Ini bukan novel yang ringan. Tapi justru karena berat dan penuh luka, aku belajar bahwa ada sejarah yang tidak diajarkan di sekolah, dan ada keberanian yang tak tercatat di berita.

Lewat tokoh Biru Laut, aku menyadari: bahwa memilih untuk bersuara bisa jadi sangat mahal. Tapi diam juga punya harga yang jauh lebih dalam.

Setelah selesai membaca, aku lebih hati-hati dalam menilai masa lalu. Dan lebih menghargai keberanian orang-orang yang memilih untuk "bercerita."

3. The Alchemist – Paulo Coelho

The Alchemist – Paulo Coelho

Novel ini sering disebut klise. Tapi justru karena itu, ia terasa dekat.

Saat aku membacanya, aku sedang bingung soal arah hidup. Dan novel ini hadir seperti teman yang tidak menggurui, tapi mengingatkan: bahwa semesta tidak menertawakan kita. Ia mendengar, dan diam-diam membantu.

“When you want something, all the universe conspires in helping you to achieve it.”

Kalimat itu aku baca dalam diam — tapi menggema lama di kepala.

4. Norwegian Wood – Haruki Murakami

Norwegian Wood – Haruki Murakami

Aku membaca ini saat suasana hati sedang tidak stabil. Dan anehnya, novel ini tidak membuatku lebih baik — tapi membuatku merasa dimengerti.

Murakami tidak menawarkan solusi. Ia hanya menunjukkan bahwa kehilangan, sepi, dan keanehan hidup itu nyata. Dan tidak apa-apa untuk tidak baik-baik saja.

Aku belajar dari Toru dan Naoko, bahwa tidak semua luka bisa disembuhkan. Tapi semua bisa diterima, pelan-pelan.

5. Animal Farm – George Orwell

Animal Farm – George Orwell

Awalnya aku pikir ini fabel biasa. Tapi ternyata, ini pelajaran politik yang menyamar jadi dongeng.

Aku tercengang waktu sadar bahwa “semua binatang setara, tapi beberapa lebih setara dari yang lain” bukan sekadar ironi — itu kenyataan yang masih hidup di sekitar kita.

Novel ini membuatku lebih kritis. Bahwa tidak semua yang terlihat baik, benar-benar baik. Dan kadang, kebenaran disembunyikan di balik retorika manis.

Penutup

Membaca novel itu seperti berbicara dengan diri sendiri lewat suara orang lain. Lima buku ini bukan yang paling populer, bukan juga yang paling sempurna. Tapi mereka datang di waktu yang tepat, dan diam-diam menanam sesuatu dalam pikiranku.

Kalau kamu, ada nggak satu novel yang pelan-pelan mengubah caramu memandang dunia?